Saturday, February 15, 2020

JTALKS: Rasanya Jadi Anak Brokenhome

Hi gorgeous, balik lagi di blognya CiciReceh! Kalo biasanya nulis sambil ngelawak, kali ini mau serius sedikit ceritanya (walaupun serius udah bubar wkwk). Post ini udah lama banget direncanain, timbul dari pertanyaan yang seringkali muncul, tapi baru berani sharingnya sekarang. Let's get started! FYI, post ini akan super panjang dan berisi curhatan. Mungkin terbagi ke post berbeda, karena banyak banget yang mau aku ceritain. Intinya, aku pengen sharing ke temen-temen yang seringkali ketemuin kasus seperti ini, atau bahkan merasakan hal yang sama denganku. Supaya bisa saling belajar dan saling menguatkan. Supaya dikemudian hari, kita nggak begini lagi.

Kalau lagi kenalan, dan mulai ngobrol lebih dalam tentang pribadi dan latar belakang keluarga, mulailah pembahasan pada orangtua. Mulai dari tinggal dimana, asalnya orang mana, orangtua kerja apa, sampai hubungan dengan orangtua. Disini seringkali timbul keraguan untuk bercerita. Takut ga diterima orang, takut dijauhin, takut dijudge, takut dihina, takut dikasihani. Intinya: AKU TAKUT.

Buat anak brokenhome, bahas keluarga bukanlah hal mudah. Iya, dulu aku selalu nangis tiap bahas keluarga. Tiap lihat gambaran keluarga sempurna disekolah, teman dijemput kedua orangtua, foto, bahkan sampai nonton film selalu nangis. Rasanya SEDIH. Keluargaku ga lengkap, keluargaku ga sempurna. Belum lagi kalau harus bahas pekerjaan dan keberadaan yang aku nggak tahu.

Sejak kecil, aku tinggal sama mami. Sempat tinggal sama papi on weekends, mami on weekdays. Tapi itu ga bertahan lama. Seiring berjalannya waktu, semakin sering sama mami dan sampai akhirnya sangat jarang bertemu dan berkomunikasi sama papi. Dari yang masih tinggal bareng, dianter jemput sekolah, sampai gatau lagi gimana caranya ketemu.

Jarang sekali bisa kumpul berempat. Jangankan punya quality time, bahkan aku sudah ga pernah ingat rasanya makan keluarga bersama. Seingatku: nggak pernah. Jangankan kenangan bersama, bahkan foto keluarga pun nggak ada. Jangankan tempat yang penuh memori spesial, bahkan rumah papi aja aku udah lupa, saking lamanya nggak pernah kesana. Isi rumahnya, memori masa kecil, semua sudah memudar. Yang kuingat hanya potongan kenangan ketika kedua orangtuaku memang kurang cocok, dan pada akhirnya memutuskan berpisah, untuk kebaikan bersama.

Ketika ketemu orang dan ditanya soal keluarga, aku menjawab hanya tinggal sama mami. Respon yang paling mengesalkan: oh maaf, aku nggak tahu. Man, lu gatau juga bukan salah lu. Kenapa harus minta maaf? Karena harus dikasihani? Karena gaada figur ayah? Well, memang sih keluargaku ga sempurna. Tapi memang masih banyak kebahagiaan dalam hidupku. Jadi anak brokenhome bukan berarti menyedihkan dan perlu dikasihani. Bukan berarti kita lebih terpuruk daripada siapapun kamu yang suka ngejudge in anak brokenhome.

Hal yang paling juga terasa adalah gaada figur ayah. Mami yang kerja dirumah memang sering ada waktu, walaupun jadinya aku banyak diasuh mba juga. Mami bisa mengisi banyak peran papi, ngempanin, ngajarin, jagain, etc. Tapi tentunya jadi ada batasan dibanding teman-teman yang keluarganya lengkap. Dulu, aku selalu sedih dan membandingkan keadaan dengan orang lain (apalagi dulu hampir semua temanku terlihat happy family). Tapi sekarang, aku belajar. Belajar menerima keadaan, belajar bahwa ga semua yang terlihat buruk adalah buruk, dan yang terlihat baik adalah baik. Malah ada beberapa teman yang terlihat keluarga bahagia, bercerita bahwa hidup dirumah adalah neraka. Ada yang malah membenci orangtuanya, dikala aku sayang sama mami, for she is.

Untungnya, di keluarga mama ada banyak om dan koko yang sayang sama kita. Banyak yang ngajarin, jagain, dan nemenin kita bertumbuh. Banyak yang ajarin aku untuk tetap sayang kedua orangtuaku, sebagaimanapun mereka adanya. Walaupun mereka berpisah dan ga sempurna, harus sayang mereka karena bagaimanapun karena mereka ada di dunia ini. Apapun kesalahan yang ada di masa lampau, semuanya bisa dimaafkan. Hal buruk dijadikan pelajaran supaya ketika berkeluarga nanti kita nggak begitu.

Jadi, udah tahu kan perasaan anak brokenhome? Yang dibutuhkan itu support, bukan rasa kasihan.
Kalau kamu masih berusaha lepas dari kepahitan itu, semangat sayangku. Aku pernah merasakannya. Bukan hal mudah, tapi kamu bisa melakukannya. Kamu kuat. Kamu nggak sendiri. Aku ada disini, anytime you need me. Samperin aku di @jennitanuwijaya, kolom komentar, atau dm kalau kamu butuh teman cerita dan support. Kita bisa! 

3 comments:

  1. Hai Jenni, salam kenal yak. πŸ˜‰πŸ˜‡

    Terima kasih sudah menulis ini, sehingga kami yang memiliki latar belakang berbeda jadi lebih mengerti. Aku sendiri punya temen deket yang ortunya berpisah saat kami masih SMP. Selama itu dia sampe SMA dia tertutup. Gak pernah banyak cerita sampe sakit apaa gitu lupa.

    Menurutku kalo ada orang yang bereaksi "oh maaf, aku nggak tahu" nggak selalu dia mengasihani sih. Bisa jadi ia merasa bersalah karena mengungkit hal itu karena dia kan nggak tau apakah lawan bicaranya udah berdamai dengan keadaan. 'Hal' itu enggak melulu perceraian, meninggal juga bisa. Ya intinya sih nggak semua orang bermaksud mengasihani. :)

    ReplyDelete
  2. cii jenn thanks for sharing about thisπŸ™πŸ»πŸ™πŸ»
    Ci jen yang semangat terus yaa❤️❤️ Hehe sukses terus ... i support you ciπŸ’–πŸ’– Godblessyou ci

    ReplyDelete
  3. Semangat ka jenita😍😚

    ReplyDelete